The Godfather bukan sekadar pejabat tinggi birokrasi di NTB, melainkan dalang dalam jaringan kekuasaan yang bekerja layaknya sebuah kartel: sistem yang terstruktur dengan rapi, berlapis-lapis, dan penuh intrik.

Kartel, dalam dunia bisnis gelap, adalah organisasi yang tidak hanya menguasai pasar tetapi juga memiliki mekanisme yang menjamin bahwa setiap aktor dalam jaringan tetap loyal, bekerja dalam bayang-bayang, dan memastikan bahwa keuntungan terus mengalir ke pusat kendali.
Dalam kasus dugaan manipulasi Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan di NTB, The Godfather memainkan peran sebagai pemimpin kartel yang mengendalikan distribusi proyek dan aliran dana demi memperkuat ambisinya dalam kontestasi politik lima tahunan.

Seperti kartel narkotika yang membangun jaringan dengan berbagai lapisan, The Godfather juga membangun sistem kekuasaan yang tidak mudah ditembus.
Ia seolah-olah tidak terlibat langsung sebagai aktor lapangan untuk melakukan transaksi kotor, melainkan memanfaatkan para perantara, baik birokrat aktif maupun pensiunan bawahannya di birokrasi dan rekanan di sektor swasta untuk memastikan bahwa dana gelap mengalir tanpa meninggalkan jejak yang terlalu mencolok.
Dalam jaringan ini, setiap aktor memiliki peran spesifik: ada yang bertugas mengamankan jalur dana, ada yang memastikan proyek tetap berjalan, dan ada yang bertindak sebagai penghubung dengan para pengusaha yang bersedia menyumbangkan dana dengan harapan mendapatkan keuntungan dari proyek DAK pendidikan di NTB untuk membayar partai politik pengusung.
Menurut Diego Gambetta (1996) dalam bukunya The Sicilian Mafia: The Business of Private Protection, kartel kriminal bekerja dengan membangun jaringan patronase yang kompleks, di mana setiap aktor dalam sistem memiliki peran spesifik dalam menopang kekuasaan utama.
Demikian pula, Robert K. Merton (1938) dalam teorinya tentang Anomie menjelaskan bahwa kondisi sosial yang memungkinkan terjadinya penyimpangan sistemik disebabkan oleh struktur sosial yang tidak mampu menyediakan akses yang adil terhadap sumber daya.
Kartel membangun lapisan kekuasaan yang kompleks dengan mengandalkan struktur hierarkis dan mekanisme kontrol yang kuat.
Dalam konteks ini, The Godfather berperan sebagai pemimpin yang mengoordinasikan aliran dana dan proyek dengan memastikan bahwa setiap level dalam jaringan berfungsi sesuai dengan kepentingannya.
Layaknya kartel narkotika yang mengontrol jalur distribusi, dalam skandal DAKDIKBUD NTB, The Godfather membangun sistem yang memastikan bahwa setiap peran dalam birokrasi tetap terkendali di bawah pengaruhnya.
Dengan demikian, mereka tidak hanya memanipulasi sumber daya negara tetapi juga menciptakan ketergantungan di antara anggota jaringan birokrasi dan pihak swasta.
Dalam dunia kriminal terorganisir, perjalanan menuju puncak kekuasaan bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam.
Setiap pemimpin kartel memulai kariernya dari bawah, menjalani berbagai ujian kesetiaan, dan melakukan tindakan yang membuktikan kapabilitasnya.
Sama seperti yang terjadi dalam kartel narkotika di Meksiko, struktur kekuasaan dalam jaringan korupsi politik dan birokrasi sering kali mengikuti pola yang serupa: individu yang ambisius memulai sebagai kaki tangan, menjalankan perintah tanpa ragu, hingga akhirnya membangun imperium mereka sendiri.
Salah satu contoh paling nyata adalah Joaquín “El Chapo” Guzmán, yang memulai kariernya dalam dunia kriminal di bawah kendali Don Pedro Avilés.
Sebagai syarat untuk direkrut dan mendapatkan kepercayaan, El Chapo harus menunjukkan kesetiaannya dengan menjalankan tugas yang sangat berisiko, termasuk melakukan pembunuhan atas perintah atasannya. Dari sinilah ia mulai mendaki hierarki kekuasaan, membangun reputasi sebagai operator yang cerdas, kejam, dan loyal.
Dalam konteks praktik korupsi birokrasi DAKDIKBUD NTB, The Godfather menggunakan strategi yang sama.
Ia tidak langsung muncul sebagai The Godfather, melainkan memulai dari posisi birokrasi yang lebih rendah, menerima tugas-tugas yang tampaknya kecil, selayaknya birokrat karier dari tanpa eseleon.
Dengan menunjukkan kemampuannya mengelola krisis, beretorika, berkomuniaksi, bergaul, dan kelihaian menghilangkan ancaman dari birokrat potensial lain yang dinilai sebagai pesaing tangguh, ia secara perlahan membangun posisinya dalam jaringan kekuasaan birokrasi sampai menduduki posisi The Godfather.
Seperti dalam kartel narkotika, keberhasilan dalam dunia korupsi birokrasi tidak hanya bergantung pada kekuatan individu, tetapi juga pada kemampuannya membangun aliansi dan memanfaatkan struktur yang ada.
The Godfather tahu bahwa untuk bertahan dan berkembang, ia harus memiliki jaringan yang loyal, mulai dari bawahan hingga tokoh-tokoh berpengaruh di tingkat lebih tinggi.
Ia merekrut orang-orang yang bisa diandalkan, menempatkan pegawai di setiap Organisasi Pemerintah Daerah (OPD), memberikan mereka bagian dari keuntungan, dan memastikan bahwa siapa pun yang mencoba keluar dari sistem akan menghadapi konsekuensi yang berat.
Kontrol kartel terhadap kekuasaan tidak hanya terjadi di tingkat atas, tetapi juga menjalar hingga ke level bawah di semua OPD.
Dengan membangun jejaring yang kuat, The Godfather mampu mendistribusikan kekuasaan ke berbagai lapisan eselon dalam birokrasi, memastikan bahwa setiap individu di dalam sistem memiliki peran spesifik yang memperkuat dominasi mereka.
Ini sejalan dengan teori kartel yang disampaikan oleh Federico Varese (2001) dalam bukunya The Russian Mafia: Private Protection in a New Market Economy, yang menekankan bahwa keberlangsungan suatu jaringan kriminal bergantung pada kemampuan untuk menyalurkan keuntungan kepada berbagai aktor yang terlibat, baik di tingkat perencanaan maupun eksekusi.
Dalam kasus ini, proyek-proyek pendidikan dijadikan alat untuk memperkaya jaringan dan memperkuat kontrol dan tujuan politik The Godfather.
Strategi yang diterapkan sangat cerdik. The Godfather memahami bahwa birokrasi adalah labirin yang bisa dimanfaatkan sebagai tameng.
Dengan memanfaatkan prosedur administratif yang kompleks, ia dapat menyamarkan ambisi politik kekuasaan pribadi dalam kebijakan publik, mengarahkan proyek kepada pihak-pihak tertentu tanpa harus secara eksplisit menginstruksikan penyelewengan. I
ni adalah modus klasik dalam korupsi tingkat tinggi: instruksi tidak pernah diberikan secara tertulis, komunikasi dilakukan melalui orang-orang kepercayaan, dan setiap transaksi dibuat seolah-olah sah secara hukum.
Bahkan ketika skandal terungkap, hanya aktor-aktor di lapisan bawah yang akan terkena dampaknya terlebih dahulu, sementara otak di balik jaringan memiliki cukup waktu untuk membersihkan jejak atau mencari celah hukum untuk melindungi diri.
Kelicikan ini semakin terlihat dalam cara The Godfather menjual janji kepada para pengusaha.
Ia tidak hanya menjanjikan proyek, tetapi juga memberi kepastian bahwa investasi mereka dalam jaringan ini akan berbuah keuntungan.
Seperti kartel yang mengontrol distribusi komoditas ilegal, The Godfather memastikan bahwa hanya pihak-pihak tertentu yang bisa mengakses keuntungan dari DAK, sementara birokta dan swasta yang tidak memiliki hubungan dengan jaringannya akan tersingkir.
Dengan cara ini, ia menciptakan ketergantungan di antara para pemain di dalam jaringan yang kotor di tubuh birokrasi NTB.
Mereka yang telah masuk tidak bisa keluar tanpa risiko besar, sementara mereka yang ingin masuk harus membayar mahal dalam bentuk loyalitas politik atau kontribusi finansial.
Menariknya, dalam dunia kriminal terorganisir, The Godfather tidak hanya mengandalkan skenario konflik antarbirokrat dan manipulasi birokrasi untuk mempertahankan dominasinya, tetapi juga menggunakan strategi yang lebih halus dan mendalam: membungkus kejahatan dengan simbolisme nasionalisme, identitas kebangsaan, dan filantropi.
Dengan cara ini, The Godfather tidak hanya menghindari jeratan hukum, tetapi juga mendapatkan legitimasi sosial yang membuatnya semakin sulit disentuh oleh hukum.
Salah satu taktik yang digunakan adalah menyematkan diri dalam simbol-simbol etnis dan adat.
Dengan mengklaim diri sebagai tokoh adat, tokoh budaya, atau bahkan pemimpin etnis tertentu, The Godfather membangun citra sebagai pelindung tradisi dan warisan leluhur.
Ini tidak hanya memperkuat posisinya dalam komunitas, tetapi juga membuatnya kebal dari kritik karena serangan terhadap dirinya akan dianggap sebagai serangan terhadap seluruh kelompok etnis yang diwakilinya.
Fenomena ini tidak jauh berbeda dengan bagaimana kartel narkotika di Amerika Latin menciptakan citra sebagai pelindung masyarakat miskin dengan membangun sekolah, rumah ibadah, dan pusat sosial.
Dalam konteks DAKDIKBUD NTB, The Godfather menggunakan strategi serupa dengan terlibat dalam organisasi massa yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial.
Dengan demikian, ia tidak hanya mendapatkan simpati masyarakat, tetapi juga memperluas jaringannya hingga ke tingkat akar rumput dengan tujuan popularitas dan elektabilitas politik.
Lebih jauh, The Godfather sering kali meneriakkan slogan-slogan nasionalisme dan patriotisme untuk menutupi jejak kejahatannya.
Ia berperan sebagai pembela kepentingan daerah dan bangsa, menentang segala bentuk ‘pengaruh asing’ yang dianggap mengancam identitas lokal Sasak. Narasi ini digunakan untuk mengalihkan perhatian publik dari praktik korupsi dan eksploitasi yang dilakukannya.
Dalam konteks Sasak, The Godfather tidak hanya berperan sebagai tokoh adat dan budaya, tetapi juga sebagai simbol “orang paling Sasak.”
Ia membentuk narasi bahwa dirinya adalah benteng terakhir budaya Sasak, seorang pelindung nilai-nilai tradisional Sasak yang sedang terkikis oleh modernitas.
Dengan status ini, ia mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat adat hingga lembaga keagamaan dan pendidikan, yang melihatnya sebagai pemimpin spiritual dan representasi kultural Sasak.
Namun, di balik citra yang dibangun dengan begitu rapi, The Godfather tetap menjalankan mekanisme kekuasaannya yang berbasis pada kontrol sumber daya, manipulasi birokrasi, dan distribusi keuntungan kepada jaringan loyalisnya.
Setiap proyek, mutasi, dan kebijakan yang dikeluarkan selalu memiliki tujuan akhir untuk memperkuat cengkeramannya terhadap ekonomi dan tujuan politiknya.
Bahkan ketika ada skandal DAKDIKBUD NTB yang mencuat, The Godfather dapat dengan mudah berlindung di balik statusnya sebagai tokoh masyarakat Sasak.
Kemudian menuduh para pengkritik terhadapnya sebagai upaya untuk merusak keharmonisan sosial masyarakat Sasak.
Malaysia, Syakban 2025.











