MATARAMRADIO.COM – Kegagalan Timnas Indonesia melangkah ke ajang Piala Dunia 2026 memunculkan reaksi keras dari para pendukung sepak bola nasional.
Namun di tengah derasnya kritik dan perdebatan di media sosial, legenda Timnas Bambang Pamungkas justru menyerukan pesan berbeda: menahan amarah dan melakukan refleksi menyeluruh.
Menurut pria yang akrab disapa Bepe itu, kegagalan Indonesia bukan sekadar urusan skor di lapangan, melainkan cermin dari sistem pembinaan yang belum matang.

“Kita harus tanya kepada diri sendiri, apakah sudah membangun environment yang layak untuk sebuah tim lolos ke Piala Dunia?” ucap Bepe kepada awak media di Plaza Timur Senayan, Jakarta, pada Minggu, 19 Oktober 2025.
Bepe menilai, hasil tersebut menunjukkan bahwa sepak bola Indonesia masih jauh dari kesiapan bersaing di panggung dunia. Keberhasilan menuju Piala Dunia, katanya, membutuhkan fondasi kuat—bukan sekadar keberuntungan dalam pertandingan.
Ajakan untuk Menahan Emosi dan Menilai dengan Objektif
Menurut Bambang Pamungkas, reaksi publik terhadap kekalahan Garuda kerap tidak proporsional dan dipenuhi emosi sesaat.
Ia menilai, masyarakat perlu mengedepankan sikap objektif dalam menilai performa tim nasional.
“Rasanya, kita belum terlalu siap dalam konteks membangun semuanya untuk bisa tim kita stabil di level perebutan Piala Dunia,” ujar Bepe.
Ia menegaskan, dukungan terhadap tim tidak seharusnya muncul hanya saat Indonesia meraih kemenangan.
“Ini waktu paling krusial untuk mendukung tim nasional, bukan saat mereka di atas saja, tapi justru ketika mereka jatuh,” tegasnya.
Seruan Bepe ini menjadi tamparan bagi sebagian warganet yang justru tenggelam dalam perilaku saling menyalahkan di dunia maya.
Ia mengingatkan, komentar tanpa dasar yang jelas hanya memperkeruh suasana.
“Kita harus berhati-hati untuk menyampaikan sesuatu, karena bisa memperkeruh suasana,” tegasnya.
Pasca kekalahan telak 6-0 dari Jepang, ruang digital dipenuhi kritik pedas kepada pelatih dan pemain. Padahal, tim lawan justru menunjukkan ketenangan dan kerendahan hati meski menang besar.
Jepang Menang Besar tapi Tetap Melakukan Evaluasi
Pelatih Timnas Jepang, Hajime Moriyasu, memberikan contoh profesionalisme tinggi setelah timnya menumbangkan Indonesia pada 10 Juni 2025 di babak kualifikasi Piala Dunia.
Alih-alih berpuas diri, Moriyasu justru menekankan pentingnya introspeksi dan pembelajaran berkelanjutan.
“Masih banyak yang perlu kami pelajari dan tingkatkan, baik pemain maupun tim secara keseluruhan,” ujarnya dikutip dari Kyodo News yang tayang pada Rabu, 11 Juni 2025.
Sebagai bagian dari evaluasi, Jepang bahkan melakukan eksperimen komposisi pemain dan memberikan ban kapten kepada Takefusa Kubo.
Moriyasu menegaskan bahwa laga kontra Indonesia bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari pembentukan karakter tim untuk jangka panjang.
Kluivert Akui Kualitas Jepang di Atas Indonesia
Sementara itu, pelatih Timnas Indonesia Patrick Kluivert, yang kini resmi diberhentikan pasca kegagalan di kualifikasi, tak menutupi rasa kecewanya.
Ia mengakui Jepang tampil jauh lebih siap dalam segala aspek permainan.
“Beberapa menit awal kami bermain baik, tetapi Jepang banyak kualitas, mereka ini level world cup tentu saja,” ujar Kluivert seusai laga di Stadion Suita, Osaka, pada Selasa, 10 Juni 2025.
Meski kalah telak, Kluivert menilai pengalaman itu menjadi pelajaran berharga bagi skuad Garuda.
“Kami harus bisa mengambil pelajaran dari situasi ini. Mereka mewujudkan kemenangannya. Kami kecewa dengan skor yang cukup banyak,” ujarnya.
“(Saya) mengakui dan menghargai itu, dan kami juga harus bisa belajar,” tukas Kluivert.
Kisah dari Jepang memberi pesan penting: bahkan setelah menang besar, evaluasi tetap dilakukan.
Sebaliknya, publik Indonesia diharapkan meniru sikap reflektif tersebut—tidak larut dalam kemarahan, melainkan berbenah agar sepak bola nasional semakin matang menuju masa depan (editorMRC)











































































































































