Perjalanan Hidup Charles Darwin

Namanya menjadi lambang revolusi intelektual, namun juga kontroversi yang memicu perdebatan sengit, terutama di kalangan yang memandang idenya bertentangan dengan keyakinan agama. Perjalanan hidupnya mencerminkan seorang pemikir visioner yang mampu mengubah paradigma melalui pengamatan cermat dan keberanian intelektual.


Awal Kehidupan dan Minat pada Alam


Darwin tumbuh dalam keluarga terpandang; ayahnya, Robert Darwin, adalah dokter sukses, dan ibunya, Susannah Wedgwood, berasal dari keluarga pengusaha keramik ternama. Sejak kecil, Darwin menunjukkan ketertarikan mendalam pada alam, sering mengumpulkan spesimen tumbuhan, serangga, dan mineral.

Meski ayahnya mendorongnya untuk menjadi dokter, Darwin merasa ilmu kedokteran tidak sesuai dengan jiwanya. Ia sempat belajar di Universitas Edinburgh pada 1825, tetapi keengganannya menyaksikan pembedahan membuatnya beralih ke Universitas Cambridge untuk mempelajari teologi pada 1828.

Di Cambridge, ia justru menemukan gairahnya dalam botani dan geologi berkat bimbingan mentor seperti John Stevens Henslow.


Pelayaran HMS Beagle: Titik Balik


Pada 1831, di usia 22 tahun, Darwin mendapat kesempatan emas untuk bergabung dalam ekspedisi ilmiah kapal HMS Beagle. Pelayaran selama lima tahun ini membawanya ke Amerika Selatan, Kepulauan Galapagos, Australia, dan berbagai belahan dunia lainnya.

BACA JUGA:  Nelson Mandela: Sang Pembebas, Cahaya Harapan Afrika

Di Galapagos, ia terpesona oleh keunikan spesies seperti kura-kura raksasa dan burung finch, yang berbeda di setiap pulau. Pengamatan ini menanam benih ide tentang variasi spesies dan adaptasi lingkungan, yang kelak menjadi dasar teori evolusinya.


Selama pelayaran, Darwin juga mempelajari formasi geologi, fosil, dan pola distribusi spesies. Ia mengirimkan ribuan spesimen ke Inggris, yang menarik perhatian komunitas ilmiah. Ketelitiannya dalam mencatat dan menganalisis data menunjukkan kedisiplinan luar biasa, meski ia sering menderita mabuk laut dan kesehatan yang rapuh.


Teori Evolusi dan On the Origin of Species


Setelah kembali ke Inggris pada 1836, Darwin menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengolah data dan merumuskan teorinya. Pada 1859, ia menerbitkan On the Origin of Species by Means of Natural Selection, sebuah karya yang mengguncang dunia sains.

Dalam buku ini, Darwin memperkenalkan konsep seleksi alam: organisme dengan sifat-sifat yang lebih sesuai dengan lingkungannya cenderung bertahan dan bereproduksi, sehingga sifat tersebut diwariskan ke generasi berikutnya. Proses ini, berlangsung selama jutaan tahun, menghasilkan keragaman spesies yang luar biasa.

BACA JUGA:  Che Guevara: Dari Anak Kecil Argentina hingga Ikon Revolusi Dunia


Teorinya menjelaskan bahwa semua makhluk hidup memiliki nenek moyang bersama, sebuah ide yang radikal pada masanya. Darwin mendukung argumennya dengan bukti dari berbagai bidang, seperti anatomi komparatif, embriologi, dan distribusi geografis spesies.

Ia juga menekankan bahwa evolusi adalah proses bertahap, bukan lompatan mendadak, yang dipengaruhi oleh variasi genetik dan tekanan lingkungan.


Kontroversi dan Salah Paham


Teori evolusi Darwin langsung memicu reaksi keras, terutama dari kalangan agama yang memandangnya sebagai tantangan terhadap narasi penciptaan dalam kitab suci.

Banyak yang salah mengartikan teorinya sebagai penyangkalan keberadaan Tuhan, padahal Darwin sendiri tidak pernah menyatakan hal itu. Ia hanya berfokus pada mekanisme alamiah yang dapat diamati, tanpa mengklaim menjelaskan asal-usul kehidupan atau tujuan kosmik.


Penolakan terhadap teorinya sering berasal dari kurangnya pemahaman tentang metode ilmiah. Bagi sebagian kalangan, gagasan bahwa manusia berbagi nenek moyang dengan makhluk lain dianggap merendahkan martabat manusia.

Namun, Darwin tidak pernah bermaksud merendahkan; ia hanya menyampaikan apa yang ditunjukkan oleh data. Bukti-bukti modern dari genetika, seperti kesamaan DNA antara manusia dan primata, serta temuan fosil transisi seperti Archaeopteryx dan Tiktaalik, semakin memvalidasi teorinya.

BACA JUGA:  John F. Kennedy: Pemimpin Visioner di Era Perubahan


Kehidupan Pribadi dan Warisan


Darwin menikah dengan sepupunya, Emma Wedgwood, pada 1839 dan memiliki sepuluh anak, meski tiga di antaranya meninggal di usia muda.

Kesehatannya yang buruk, kemungkinan akibat penyakit tropis yang diderita selama pelayaran, membuatnya hidup relatif tertutup di Down House, Kent. Di sana, ia terus meneliti dan menulis, menghasilkan karya-karya penting seperti The Descent of Man (1871) dan studi tentang emosi serta tanaman.


Darwin meninggal pada 19 April 1882, tetapi warisannya abadi. Teori evolusinya menjadi fondasi biologi modern, memengaruhi bidang-bidang seperti ekologi, genetika, dan antropologi. Meski masih ada yang menolak idenya karena alasan ideologis, komunitas ilmiah secara luas menerima evolusi sebagai fakta yang didukung oleh bukti kuat.


Charles Darwin adalah contoh seorang ilmuwan yang berani menantang dogma demi kebenaran. Dedikasinya pada pengamatan empiris dan pemikiran kritis mengajarkan kita pentingnya menjaga pikiran terbuka.

Kontroversi seputar teorinya mengingatkan kita bahwa kemajuan sains sering kali menghadapi resistensi, tetapi kebenaran ilmiah pada akhirnya akan berbicara melalui bukti. Darwin bukan hanya mengubah cara kita memahami alam, tetapi juga menginspirasi kita untuk menghadapi dunia dengan rasa ingin tahu dan keberanian. (***)