Nama Lembah Datu yang menyeruak diantara nama-nama camping ground menggelitik untuk ditelusuri. Nama Lembah Datu seakan memberi arti lain, ada sesuatu dibalik nama itu.
Berdasarkan informasi, ada beberapa titik untuk ditelisik karena adanya keterkaitan dengan masa lalu.
Setelah teman-teman dari ekplorer, media dan pengelola Lembah Datu berkumpul, tim memulai perjalanannya.
Dari tempat berkemah, tim menyusuri jalan setapak untuk menuruni lembah.
Bagi para petualang, jalan setapak yang dilewati belum mampu memicu adrenalin. Namun, bagi para pemula cukup menantang.
Menuruni bukit, menyusuri tegalan dan melewati aliran sungai menjadi pengalaman seru.
Dipandu para petualang handal dan pengelola Lembah Datu, tim terus menyusuri jalanan ditemani gemericik air dan hembusan angin lembah serta lambaian dedaunan menambah keceriaan menyambut keindahan ciptaan sang pencipta.
Berjalan menyusuri tegalan sawah sekitar 30 menit, tim akhirnya bertemu dengan Amaq Wati yang sedang membersihkan rumput di sawah yang tengah ditanami padi.
Cerita Amaq Wati, tidak berbeda dengan cerita yang dituturkan pengelola Lembah Datu. Goa yang berada dekat persawahan tersebut, dulunya menjadi salah satu tempat yang sering dikunjungi orang.
Namun, tidak diketahui pasti, sejak kapan goa ditemukan. Apakah pada masa kerajaan atau saat adanya pergerakan PKI di tanah air.
“Kalau cerita orang tua, gua ini sudah ada sejak zaman kerajaan. Dan waktu ada PKI sering dipakai oleh orang-orang PKI,” jelasnya.
Sayangnya, gua yang terlihat cukup luas dari luar itu pintu masuknya tertimbun longsoran tanah.
“Luas ini gua,” cetus Alkaf, yang sering mengekplorasi tempat -tempat yang masih ‘perawan.’
Alkaf menjelaskan jika melihat kondisi dari luar, gua dalam kondisi tidak lembab.
“Biasanya sering ada ular sejenis piton,” katanya yang dibenarkan Kadus Glogor, Rohim kalau di sekitar gua sering ditemukan ular piton.
Puas berbincang di seputar goa termasuk bagaimana kedepannya jika gua yang ada dijadikan destinasi wisata dengan memperhitungkan tingkat keselamatan para pengunjung, tim akan melanjutkan penelusurannya.
Namun, rintik hujan menghalangi langkah tim dan tim harus berteduh di gubuk yang ada di tengah sawah.
Meski gubuk itu tidak besar tapi cukup untuk menghindarkan tim dari derasnya rintik hujan.
Di gubuk ini, tim saling bercerita dengan sesamanya juga sambil mencari keterangan lanjutan soal gua dan tempat -tempat lain yang mungkin bisa dijelajahi di sekitar Lembah Datu.
Saat hujan reda, tim melanjutkan penelusuran menuju makam yang berada di sisi lain dari goa.
Berjarak sekitar 100 – 200 meter, tim kemudian menyusuri tegalan sawah dan menyeberangi sungai untuk sampai ke makam di maksud
Makam yang tertutup tetumbuhan perdu itu masih terlihat dua buah nisannya yang dibungkus kain putih dan di sekitarnya terdapat batu apung.
Hingga kini, warga sekitar belum mengetahui siapa yang dimakamkan di kubur itu.
Berdasarkan cerita orang tua, makam tersebut merupakan makam dari Baloq Sinaom yang dikenal juga oleh masyarakat Sengkol Pujut.
Usai melihat kondisi makam, tim kemudian menepi karena gerimis kembali turun.
Tak lama, hujanpun turun dengan lebatnya. Kami kembali berteduh di bawah gubuk yang dibuat oleh petani.
Hujan deras, membuat kami mendapatkan cerita kalau ada cekungan atau cela yang dulu ada air terjunnya. Namun, karena suatu hal air terjun itu menghilang.
Kini hanya rerimbunan pohon yang tumbuh dan dibawa terdapat tumpukan tanah yang telah ditumbuhi pepohonan perdu.
Setelah hujan reda, kami kemudian meninggalkan lembah untuk kembali ke area perkemahan.
Namun, jalur yang dilalui berbeda seperti saat turun ke lembah. Cukup menguras tenaga bagi kami yang berlum terbiasa mendaki bukit menuruni lembah kayak Ninja Hatori.(Aslinews)