MATARAMRADIO.COM, Mataram – Menteri Tenaga Kerja melalui Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Dra. Haiyani Rumondang, M.A, memuji perkembangan pembangunan di NTB yang sangat luar biasa pesatnya. Terlebih dengan adanya KEK Mandalika dan sirkuit yang sangat indah, membawa tantangan sekaligus peluang kita untuk urusan pembangunan ekonomi daerah, khususnya di Sektor ketenagakerjaan.
Contoh yang paling dekat dan bisa menjadi tantangan serta peluang bagi pemerintah daerah NTB, menurut Dirjen adalah Persiapan untuk Pembangunan Ketenagakerjaan di Provinsi NTB terkait dengan adanya industri-industri baru. Artinya pemerintah daerah harus proaktif bekerja sama dan koordinasi dengan stakeholder lainnya. “Tidak bisa menunggu diundang, tapi harus mengundang, ” ungkapnya dalam keterangan pers yang diterima MATARAMRADIO.COM, Jumat (11/03).
Dalam arahannya di hadapan Jajaran Pejabat dan Staf Disnakertrans NTB Kamis (10/3) Dirjen berjanji akan selalu mendukung program Disnakertrans NTB dan akan terus memperkuat jalinan kolaborasi antara Pusat dan Daerah. “Perbedaan wilayah jangan sampai menjadi sebuah kelemahan dalam kolaborasi dan koordinasi kita,” ucap Haiyani.
Tugas kita sebagai pengawas ketenagakerjaan jangan hanya diartikan pengawasan soal norma yg terkait dalam hubungan kerja misalnya perusahaan saja, karena kita juga punya fungsi pembinaan di awal untuk membangun penguatan pengawasan dan K3.
“Banyak permasalahan yang disampaikan kepada kami di Pusat yang sebenarnya merupakan tugas dari lembaga wilayah. Sehingga perlu ada koordinasi yang berlanjut. Perlu ada upgrade untuk cara-cara kita menangani permasalahan atau kasus agar mengikuti perkembangan zaman. Karena itulah perlu diperlukan Reformasi Pengawasan Ketenagakerjaan sebagaimana terdapat dalam 9 lompatan besar Kemnaker,” ujar Rumondang.
Terkait CPMI pengawasan dilakukan tidak hanya terkait mengenai upah, jaminan sosial tidak diberikan, tetapi mulai dari proses rekrutmen terkait apakah terjadi diskrimnasi dan sebagainya.
Tantangan pengawas di Provinsi ada dua. Pertama, dengan begitu banyaknya sektor formal dan Informal yang muncul saat ini, ditambah UU cipta kerja telah mencakup hal itu maka pengawas ketenagakerjaan harus lebih aktif. “Jangan hanya menunggu mereka mengalami resiko terlebih dahulu,” tegas Rumondang
Kedua, sektor-sektor informal yang baru muncul tersebut secara komprehensif pasti diintervensi baik oleh pusat dan daerah sehingga mereka akan menjadi lebih berkembang dan maju. “Ini harus menjadi bagian pencermatan kita semua. Bagaimana kita mengawasi semua itu dengan efektif,” pintanya .
“Dengan berkembangnya sektor Pariwisata dan industri pertambangan di NTB, akan banyak tenaga kerja yang baru. Pasti ada gesekan, dan konflik sehingga ini harus diantisipasi. Artinya potensi terhadap tidak efektifnya perlindungan kepada tenaga kerja harus diawasi,” pungkasnya.
Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan (Direktorat Binariksa) Kemnaker, Yuli Adiratna, mengajak para pengawas ketenagakerjaan untuk bekerja secara totalitas.
“Kita juga harus biasakan kerja tim dan kolaborasi. Karena akan saling menguatkan,”pintanya
WLKP adalah dasar kita, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan, setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan secara tertulis pada saat mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan.
Wajib Lapor
Ketenagakerjaan (WLKP Online) pada Sisnaker, jumlah perusahaan yang telah melapor baik kecil, menengah dan besar yakni sebanyak 3.882 perusahaan, dengan jumlah tenaga kerja yang tercatat mencapai 50.764 orang.
Kepala Disnakertrans Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H menyebutkan bahwa persoalan ketenagakerjaan mendasar di NTB adalah bagaimana kita bisa menciptakan iklim tenaga kerja yg kondusif dan seimbang untuk mewujudkan tercapainya visi pembangunan NTB Gemilang dan Indonesia maju.
Untuk mencapai tujuan tersebut pengawasan pada perusahaan-perusahaan diperlukan, tak hanya melalui WLKPOnline, melainkan juga mengawasi seluruh norma dan aspek ketenakerjaan termasuk proses rekrut CPMI.
Kaitan dgn CPMI, karena NTB merupakan daerah pengirim PMI nomor 4 secara nasional, maka NTB punya Peraturan Daerah untuk perlindungan PMI. Peraturan tersebut mengatur bahwa seluruh perusahaan P3MI wajib memiliki kantor cabang di NTB agar seluruh proses rekrutmen dan pelatihan bisa dikontrol dan diawasi. Hal ini merupakan bagian dari kebijakan Gubernur NTB dalam mewujudkan program Zero Unprocedural PMI yang selaras dengan program BP2MI yaitu Sikat Sindikat.
Dalam waktu dua bulan ada 65 cabang perusahaan yg mau mengurus kantor cabang di sini. Kami tidak mempersulit tapi kami ingin seluruh proses rekrutmen PMI bisa dikendalikan, jangan sampai ada yang non-procedural.
Aryadi mengingatkan Dinamika pembangunan yg sangat cepat,juga berpotensi timbulnya beragam persoalan ketenakerjaan yg membutuhkan penanganan konfrehensif. Karena itu hal mendasar yang harus ditingkatkan oleh para pengawas adalah kompetensi dan integritas. Pemahaman terhadap aturan dan alur kebijakan yang ditetapkan pemerintah menjadi catatan penting.
“Seorang pengawas tanpa pemahaman ketentuan (kompetensi) dan integritas dia akan cacat. Sulit kita melakukan peningkatan dalam pengawasan kalau tidak bersih. Kalau ada bolong-bolong ketentuan tolong dilengkapi. Kalau ada hal-hal yang memang belum diatur mari kita kaji dan diskusikan bersama. Agar jangan kita terjebak pada situasi ke depan.” ujar Aryadi
NTB punya dua proyek strategies nasional yaitu KEK Mandalika dan Industri Smelter di Sumbawa yang harus dikawal proses pembangunan keseluruhannya baik infrastruktur maupun rekrutmen tenaga kerjanya serta penyiapan aspek ketenagakerjaan agar masyarakat lokal berperan utama. Ini tantangan sekaligus peluang besar bagi kita semua.(EditorMRC)