Inilah Sinergi Koperasi Bank NTB Dukung BRIDA Tingkatkan Produktivitas Kemiri, Jagung dan Selada!

Kolaborasi BRIDA NTB dan Koperasi Bank NTB kembangkan teknologi mesin pertanian untuk tingkatkan produksi kemiri, jagung, dan selada lokal.

Kerja sama ini diarahkan pada pengembangan riset dan teknologi permesinan untuk mengoptimalkan produksi dan pengolahan tiga komoditas utama NTB, yakni kemiri, jagung, dan selada.

Dalam kolaborasi ini, BRIDA NTB mengambil peran penting sebagai lembaga riset yang akan menggarap inovasi teknologi, sedangkan Koperasi Bank NTB berfungsi sebagai fasilitator dalam penerapan hasil riset ke lapangan.

Pendekatan berbasis kebutuhan ini ditujukan untuk menjawab berbagai tantangan yang selama ini dihadapi petani lokal, seperti rendahnya efisiensi pengolahan hasil panen, terbatasnya akses ke teknologi pertanian, serta rendahnya nilai tambah produk mentah.

Menurut Ummy Hanik, perwakilan dari Koperasi Bank NTB, potensi pasar untuk komoditas seperti kemiri, jagung, dan selada cukup besar, baik di tingkat domestik maupun ekspor.

“Komoditas kemiri, jagung, dan selada memiliki potensi besar, baik di pasar lokal maupun ekspor. Melalui riset dan pengembangan permesinan, kami ingin menjawab tantangan produktivitas, efisiensi, dan nilai tambah produk pertanian NTB,” ujar Ummy Hanik.

BACA JUGA:  Ini Dia Pemenang Lomba Produk Wirausaha Muda ICSB 2021

Fokus utama dalam kerja sama ini adalah penciptaan mesin pertanian inovatif yang bisa langsung digunakan oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta kelompok tani. BRIDA NTB akan mengembangkan mesin pemecah dan pemurni kemiri, mesin pengering jagung dengan skala yang sesuai bagi UMKM, serta perangkat hidroponik dan teknologi pascapanen khusus untuk selada.

Menurut data dari Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, komoditas jagung adalah salah satu penyumbang terbesar pendapatan petani di wilayah ini. Namun, lemahnya sistem pengolahan pascapanen membuat nilai jual jagung sering tidak maksimal.

Hal serupa juga terjadi pada kemiri yang berlimpah di kawasan hutan rakyat, namun pemrosesannya masih dilakukan secara tradisional. Sedangkan selada, yang kini mulai dilirik pasar luar negeri karena sistem tanam hidroponiknya, membutuhkan pendekatan pascapanen yang lebih efisien untuk menjaga kualitas dan kesegarannya.

Ummy Hanik menekankan bahwa keberhasilan riset tidak cukup hanya berhenti di laboratorium atau pusat pengembangan, tetapi harus bisa menjangkau petani secara langsung.

BACA JUGA:  Gubernur: Distribusi JPS Tahap Tiga di NTB Tuntas 100 persen

“Koperasi kami siap menjadi jembatan antara hasil riset BRIDA dengan para petani dan pelaku usaha. Dengan teknologi permesinan yang tepat, produktivitas petani bisa meningkat, biaya produksi bisa ditekan, dan kualitas hasil panen lebih baik,” ungkapnya.

Sinergi ini mencerminkan komitmen pemerintah daerah NTB dalam mendukung transformasi sektor pertanian yang sebelumnya bergantung pada metode konvensional menjadi lebih modern, efisien, dan ramah lingkungan. Langkah konkret ini juga sekaligus sejalan dengan misi besar NTB untuk menjadi salah satu pusat agroteknologi di kawasan timur Indonesia.

Lebih dari sekadar riset, pendekatan yang dilakukan BRIDA NTB juga melibatkan pelatihan dan pendampingan kepada para petani dan pelaku usaha.

Ini bertujuan agar mereka tak hanya mengandalkan bantuan alat, tetapi juga menguasai cara menggunakannya secara optimal. Dengan begitu, teknologi benar-benar menjadi alat pemberdayaan, bukan sekadar fasilitas.

“Kami ingin memastikan bahwa alat yang dikembangkan bukan hanya canggih, tapi juga mudah digunakan dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan,” ujar salah satu peneliti BRIDA yang terlibat dalam proyek ini.

BACA JUGA:  Ahsanul Khalik: Aturan Royalti Bisa Hidupkan Ekosistem Musik Daerah

Menilik tren global, pendekatan pertanian berbasis teknologi (agritech) telah menjadi solusi utama untuk menjawab tantangan pangan dunia. Negara-negara seperti Belanda dan Jepang telah membuktikan bahwa penggunaan teknologi tepat guna di sektor pertanian dapat meningkatkan hasil produksi hingga dua kali lipat tanpa harus memperluas lahan.

Dengan semangat tersebut, NTB mencoba menyesuaikan diri dan bertransformasi menjadi kawasan yang tak hanya penghasil bahan mentah, tetapi juga produsen produk bernilai tambah tinggi.

Dukungan dari sektor keuangan seperti koperasi menjadi penting dalam ekosistem ini. Tidak hanya membantu dari sisi pembiayaan, koperasi seperti Bank NTB juga memfasilitasi distribusi alat, memberikan pelatihan finansial, serta membantu pemasaran produk akhir.

Ke depan, kolaborasi semacam ini diharapkan bisa menjadi role model bagi daerah lain di Indonesia dalam mengembangkan sistem pertanian modern yang berkelanjutan. Dengan semangat gotong royong antara lembaga riset, pelaku usaha, dan sektor keuangan, cita-cita mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani bukanlah sesuatu yang mustahil. (editorMRC)