Tingginya produksi kopi di Nusa Tenggara Barat (NTB) belum diiringi peningkatan kualitas pengolahan kopi. Dengan inovasi teknologi Solar Dryer Dome (SDD) untuk pengeringan maka kualitas kopi terjaga sehingga kopi pun makin nikmat.
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu penghasil kopi, baik kopi jenis Robusta maupun Arabika. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Barat, pada tahun 2022 luas lahan pertanian khususnya kopi Robusta mencapai 11.337,69 hektare dengan produksi 5.466,91 ton dan tingkat produktivitas 652,38 kg per hektare serta jumlah petani 13.061 KK. Sedang luas lahan kopi Arabika mencapai 2.492,00 hektare dengan produksi 917,44 ton dan tingkat produktivitas 905, 67 kg per hektare dengan jumlah petani 2.681 KK.
Bila dilihat per kabupaten, maka ada kabupaten yang memiliki luas lahan di atas 1000 hektare baik ditanami kopi jenis Arabika maupun Robusta.
Adapun kabupaten yang memiliki luas lahan di atas 1000 hektar untuk jenis kopi Robusta yakni Kabupaten Lombok Tengah dengan luas lahan 1.221,63 hektare dan produksi 695,97 ton dengan tingkat produktivits 711,26 kg per hektare.
Kemudian Kabupaten Sumbawa dengan luas lahan 3.859,90 hektare dan produksi 1.972,96 dengan tingkat produktivitas 763,85 kg per hektare. Kabupaten Dompu memiliki luas lahan 1.517,40 hektare dengan produksi 824,83 ton dan tingkat produktifitas 814,56 kg per hektare.
Selanjutnya Kabupaten Bima dengan luas 1.531,70 hektare dengan tingkat produksi 351,78 ton dan produktivitas 260,15 kg per hektare. Dan Kabupaten Lombok Utara memiliki luas lahan 1.450,49 hektare dengan produksi 679,34 dan tingkat produktivitas 597,04 kg per hektare.
Sementara untuk lahan kopi Arabika, kabupaten yang memiliki lahan diatas 1000 hektar yakni Kabupaten Lombok Timur dengan luas 1.543,00 hektare dan produksi 610,25 ton serta tingkat produktivitas 967,12 kg per hektare.
Kepala Dinas Perdagangan Nusa Tenggara Barat, Baiq Nelly Yuniarti mengakui jika NTB kaya dengan kopi dan kopi NTB memiliki kekhasan tersendiri.
Misal, kata Nelly kopi yang ditanam di sekitar Gunung Tambora akan memiliki aroma buah-buahan. Sedang kopi yang ditanam di Sumbawa akan memiliki aroma rempah-rempah. Sementara kopi yang di tanam di pulau Lombok akan terasa lebih segar. Hal itu terjadi karena aroma kopi dipengaruhi oleh tanaman yang menaungi.
Mengenai pasar, Nelly menegaskan kopi NTB sudah berhasil menembus pasar Jawa Timur dan Sulawesi bahkan Korea Selatan. Namun, karena belum bisa memenuhi standar ekspor maka pengiriman kopi ke Korea Selatan terhenti.
“Ini yang harus terus dipelajari sehingga kopi NTB bisa memenuhi standar ekspor,” katanya.
Walau pasar ekpsor terhenti, namun kata Nelly pasar dalam negeri dan lokal masih sangat terbuka. Apalagi, jika melihat gaya hidup masyarakat saat ini yang menjadikan kopi salah satu menu andalan di café-café. Tentu menjadi peluang pasar yang harus direbut.
Menurut Nelly, adanya peraturan gubernur dan lainnya adalah upaya pemerintah NTB memasarkan kopi lokal menjadi tuan rumah di daerah sendiri. “Kami ingin kopi lokal menjadi tuan rumah di hotel, café dan tempat-tempat wisata yang ada di NTB,” harapnya.
Nikmatnya Kopi Solar Dryer Dome
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terdiri dari kepulauan memiliki potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan baik tenaga angin (bayu), mikrohidro , biomassa, panas bumi termasuk energi surya.
Dengan potensi yang ada maka pengembangan tenaga surya (matahari) sebagai sumber energi listrik terus dilakukan. Selain untuk penerangan, kini tenaga surya juga dimanfaatkan untuk industri dan peternakan skala kecil. Salah satu upaya memanfaatkan sinar matahari untuk pengembangan industri skala rumahan yakni Solar Dryer Dome (SDD)
Solar Dryer Dome (SDD) adalah inovasi teknologi yang memanfaatkan sinar matahari untuk pengeringan produk pertanian atau perikanan.
Solar Dryer Dome merupakan rangkaian komponen berbentuk bangunan dengan bahan polycarbonate yang didalamnya ada rak pengering, exhaust dan panel surya sebagai penggerak exhaust.
Dimanfaatkannya Polycarbonate dalam Solar Dryer Dome (SDD) karena polycarbonate mampu menyerap panas matahari dan menyalurkannya ke dalam ruangan . Meski demikian, sinar UV ditapis sehingga tidak merusak bahan atau komoditas pertanian yang dikeringkan.
Selama proses pengeringan, uap air akan naik. Kemudian, kipas exhaust menghisap udara di dalam ruangan bersamaan dengan uap air. Dan untuk menggerakan atau meghidupkan kipas exhaust menggunakan listrik dari panel tenaga surya.
Mengenai pemanfaatan Solar Dryer Dome (SDD), Sekretris Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, Niken Arumdati mengungkapkan sebelum tahun 2010, Dinas ESDM NTB membangun 2 unit Solar Dryer Dome (SDD) di perkampungan nelayan di kecamatan Hu’u Kabupaten Dompu.
“Saat itu, Solar Dryer Dome (SDD) digunakan untuk pengeringan ikan asin,” katanya.
Namun ditangan kelompok wanita tani (KWT) di kecamatan Batukliang Utara kabupaten LombokTengah, Solar Dryer Dome (SDD) dimanfaatkan untuk pengeringan komoditi pertanian seperti kopi atau lainya.
“Selain untuk mengeringkan kopi, Solar Dryer Dome (SDD) juga dimanfaatkan untuk penjemuran keripik,” jelas Hakiah, anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Kaki Rinjani Dusun Persil Desa Karang Sidemen Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah.
Menurut Hakiah, awal pemanfaatan Solar Dryer Dome (SDD) untuk pengeringan kopi dimulai pada 2020 setelah pihakya menerima bantuan dari Kementerian Pertanian lewat Dinas Perkebunan Nusa Tenggara Barat .
Dengan memanfaatkan Solar Dryer Dome (SDD), jelas Hakiah KWT Kaki Rinjani mampu meningkatkn produksi pengeringan kopi.
Menurut Hakiah, jika pengeringan dilakukan secara tradisional maka waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan kopi sekitar 20 hari atau lebih, itupun tergantung cuaca. Namun, dengan memanfaatkan Solar Dryer Dome kopi bisa kering dalam waktu seminggu atau sepuluh hari.
Pernyataan Hakiah dibenarkan Krisna Wijaya, Program Manajer Pro Women dari Yayasan Rumah Energi NTB yang mengadopsi Solar Dryer Dome untuk kelompok wanita tani (KWT) Elong Tune di Desa Lantan dan KWT Sulih Asli di Desa Aik Berik Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah.
Menurut Krisna, pemanfaatan Solar Dryer Dome (SDD) selain bisa lebih cepat dalam proses pengeringan juga biji kopi tidak terkena debu karena ruang atau tempat pengeringan tertutup. Selain itu, petani juga tidak perlu kawatir ketika tiba-tiba hujan turun saat menjemur kopi.
“Kalau hujan, kita tidak perlu berlari-larian untuk mengangkat kopi yang lagi dijemur,” ujar anggota KWT Kaki Rinjani lainya, Verapati Setia.
Menurut Vera, selain lebih cepat dalam pengeringan pemanfaatan Solar Dryer Dome (SDD) dapat menghindarkan kopi dari debu sehingga kualitas kopi tetap terjaga.
“Bila kopi tercampur debu akan berpengaruh ke rasa dan kualitas kopi,” katanya.
Pernyataann Vera dibenarkan Inaq Hamdani, anggota KWT Sulih Asli Desa Aik Berik. Menurutnya, tidak tercampurnya kopi dengan debu serta kopi yang kering secara merata berpengaruh terhadap kualitas kopi. “Kopi lebih enak,” katanya.
Hybrid PLTS Atap
Selain memanfaatkan Solar Dryer Dome (SDD) untuk pengeringan kopi, Kelompok Wanita Tani (KWT) di Desa Batukliang Kabupaten Lombok Tengah juga memanfaatkan sinar matahari sebagai penerangan dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Penggunaan PLTS Atap bagi beberapa Kelompok Wanita Tani (KWT), menurut Manajer Program Pro Women Yayasan Rumah Energi NTB, Krisna Wijaya sebagai upaya meringankan beban petani kopi dalam pembayaran listrik.
“Pemanfaatannya masih hybrid dengan listrik dari PLN,” katanya.
Artinya, kata Krisna petani masih memanfaatkan listrik dari PLN untuk penerangan rumah dan lainya. Disisi lain, petani juga menggunakan PLTS Atap sehingga mengurangi pengeluaran petani untuk pembelian token listrik PLN.
Walau masih hybrid dalam pemanfaatannya, menurut anggota KWT Kaki Rinjani, Hakiah sangat membantu petani. “Kalau biasanya beli token listrik Rp 50 ribu dalam sebulan, kini bisa hanya Rp 20 ribu ,” katanya.
Dengan kelebihan uang dari pembelian token listrik, jelas Hakiah para petani bisa memanfaatkannya untuk keperluan lain. “Bisa untuk beli yang lain,” katanya.
Tingkatkan Ekonomi Masyarakat
Pemanfaatan Solar Dryer Dome (SDD) untuk pengeringan kopi, menurut Kepala Desa Lantan, Erwandi sangat berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.
Dengan luas lahan kopi yang mencapai sekitar 600 hektar, jelas Erwandi jika pengeringan kopi lebih cepat maka akan semakin banyak kopi yang bisa dijemur dan dijual oleh masyarakat.
“Ini berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi masyarakat,” katanya.
Rekan sejawat Erwandi, Kepala Desa Karang Sidemen, Yuda Praya Cindra Budi tak memungkiri jika penggunaan Solar Dryer Dome (SDD) untuk pengeringan kopi berpengaruh terhadap tingkat ekonomi masyarakat.
Bahkan, Yuda menyatakan dengan adanya Solar Dryer Dome (SDD) untuk pengeringan kopi di Desa Kaarang Sidemen memberi inspirasi bagi dirinya dalam pengembangan desa ke depan.
“Ini menjadi inspirasi. Bagaimana menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat khusunya petani kopi,” katanya.
Apalagi, kata Yuda Desa Karang Sidemen memiliki lahan kopi yang cukup luas yakni sekitar 500 hektar. Dengan luas lahan kopi yang ada, maka pemerintah desa harus mampu memberi solusi terbaik bagi masyarakat petani kopi.
“Akan banyak dampak dari pemanfaatan Solar Dryer Dome (SDD) untuk pengeringan kopi,” katanya.
Karenanya, Erwandi dan Yuda sepakat, jumlah Solar Dryer Dome (SDD) di desa penghasil kopi harus lebih banyak karena sangat bermanfaat bagi peningkatan ekonomi masyarakat.
Keduanya berharap, seluruh kelompok wanita tani (KWT) yang ada di desa-desa bisa mendapat bantuan Solar Dryer Dome (SDD).
“Setiap desa paling tidak memiliki 5 hingga 6 kelompok wanita tani (KWT). Semoga setiap KWT dapat bantuan Solar Dryer Dome,” katanya.
Kepala Dinas Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti sangat mendukung pemanfaatan Solar Dryer Dome (SDD) untuk pengeringan kopi karena pasca panen kopi memang harus mendapat perlakuan khusus.
“Jika produksi kopi sudah banyak tinggal bagaimana kemasannya saja agar kopi lokal juga bisa dijual di obyek wisata,” katanya.
Hilma Azhuri dari Yayasan Rumah Energi (YRE) NTB membenarkan jika penggunaan Solar Dryer Dome (SDD) untuk pengeringan kopi akan berimbas pada kondisi ekonomi masyarakat.
Jika masyarakat mengeringkan kopi tidak dengan Solar Dryer Dome (SDD) maka waktu yang dibutuhkan sekitar satu bulan. Tapi, jika kopi dikeringkan dengan Solar Dryer Dome (SDD) maka waktu yang dibutuhkan sekitar dua minggu.
“Dari sisi produksi, pengeringan tanpa Solar Dryer Dome (SDD) hanya mampu menghasilkan 50 kg sedang dengan Solar Dryer Dome (SDD) bisa mencapai 2 kwintal,” katanya.
Dilihat dari pendapatan, jelas Hilma jika petani mengeringkan kopi tanpa Solar Dryer Dome (SDD) maka penghasilannya sekitar Rp 6.000.000. Tapi, jika petani memanfaatkan Solar Dryer Dome (SDD) dalam pengeringan kopinya maka ia bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 24 .000.000.
Apalagi, kata Hilma jika dilihat dari kualitas kopi, maka kopi yang di jermur tanpa menggunakan Solar Dryer Dome (SDD) keringnya tergantung cuaca belum lagi terpengaruh debu, jamur dan kotoran hewan.
Sedang kopi yang dijemur dengan memanfaatkan Solar Dryer Dome (SDD) maka kopi akan kering secara merata, terhindar dari jamur, debu dan kotoran hewan.
“Warna, kulit dan rasa tetap seperti aslinya sehingga kualitas kopi terjaga,” katanya.
Tembus Pasar Internasional
Pemanfaatan Solar Dryer Dome (SDD) dalam pengeringan kopi memberi waktu luang bagi para Kelompok Wanita Tani (KWT) untuk mengembangkan usahanya.
Jika sebelum menggunakan Solar Dryer Dome (SDD) para kelompok wanita tani (KWT) hanya fokus untuk penjemuran, setelah menggunakan Solar Dryer Dome (SDD) kelompok wanita tani masih memiliki waktu untuk memilih kopi jantan atau Lanang ( kopi utuh tidak belah) sebagai salah satu produk andalanya.
“Dulu, kita hanya fokus untuk penjemuran sekarang bisa milih kopi lanang,” kata anggota KWT Kaki Rinjani, Hakiah.
Produk Kopi lanang yang dikembangkan kelompok wanita tani (KWT) , menurut Hakiah memiliki pasar tersendiri. “ Kopi lanang banyak dicari kaum lelaki dan memiliki harga tersendiri,” katanya.
Dengan banyaknya waktu yang dimiliki kelompok wanita tani, kini produk kopi dari KWT Kaki Rinjani jelas Kepala Desa Karang Sidemen Yuda Praya Cindra Budi semakin luas pasarnya, tidak hanya dalam negeri tapi juga luar negeri.
“Saat ada moto GP di Sirkuit Mandalika, kopi produk KWT Kaki Rinjani dipasarkan lewat stand yang ada. Itu artinya secara kemasan dan kualitas sudah memenuhi standar,” katanya.
Walau pasar internasional sudah terbuka, menurut Yuda bahan baku untuk memenuhi pasar masih menjadi kendala. Jangankan untuk memenuhi pasar internasional, untuk pasar memenuhi pasar lokal saja masih kewalahan. Karenanya, para petani mendatangkan biji kopi dari luar Karang Sidemen.
“Ini yang masih dicari solusinya,” katanya.
Kepala Dinas Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti tak menampik jika untuk memenuhi pasar lokal para petani masih kewalahan. Makanya, ada kebijakan dari pemerintah NTB untuk membuka lahan baru. “Pemerintah sudah membuka lahan baru untuk kopi sekitar 900 hektar di daerah Mareje Lombok Barat,” katanya.
Pembukaan lahan untuk tanaman kopi, jelas Nelly masih terbuka jika semakin banyak permintaan. Tapi tentunya, ada koordinasi dengan dinas terkait sehingga ketinggian lahan akan cocok dengan jenis kopi yang ditanam dan sesuai pasar.
Kebijakan Pemerintah Daerah
Melhat dampak dari pemanfaatan Solar Dryer Dome (SDD) untuk pengeringan kopi yang berpengaruh bagi peningkatan ekonomi masyarakat, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dan Pemerintah Propinsi NTB menurut Sekretaris Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral NTB, Niken Arumdari sangat mendukung.
“Kami sangat mendukung pengunaan Solar Dryer Dome untuk pengeringan komoditas pertanian dan perikanaan,” katanya.
Hal itu dibenarkan Kepala Bappeda Kabupaten LombokTengah, Lalu Wiranata. Menurutnya, Pemerintah Kabupaaten Lombok Tengah terus berupaya melakukan pengembangan kopi dari hulu sampai hilir.
Pada sisi hulu, jelas Wiranata kebijakan yang diambil Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah melakukan pengembangan tanaman kopi dengan peremajaan tanaman.
“Dengan peremajaan tanaman diharapkan luas areal kopi bertambah dan terjadi peningkatan produktifitas tanaman,” katanya.
Sementara untuk pasca panen, jelas Wiranata selain ada transfer teknologi kepada para petani maupun industrik kecil menengah (IKM) yang berkecimpung di usaha kopi. Juga, ada pemberian bantuan sarana prasarana pengolahan kopi, kemasan kopi, sertifikasi baik PIRT maupun sertifikasi lainnya seperti pencantuman produk halal.
“Dinas pertanian dan perdagangan terus melakukan komunikasi dengan para petani dan IKM,” jelas Wiranata.
Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, kata Wiranata juga memberikan pelatihan barista dan sarana pendukung lainya seiring maraknya café-café yang menjadikan kopi sebagai menu utama.
Wiranata berharap, dengan meningkatnya produksi diiringi peningkatan kualitas kopi akan semakin membuka pasar .
“Walau masih fokus memenuhi pasar lokal tapi jika ada peluang untuk pasar ekspor , kami akan lakukan,” katanya. (MRC)