MATARAMRADIO.COM, Selong – Seni tradisional “Perisean” atau “Peresean” mencengkam prilaku penggemarnya. Terlebih hakikat ritualnya kini bergeser dari tradisi sakral leluhur masyarakat adat Suku Sasak menjadi ajang hiburan masyarakat.
Bahkan tingkah pola pencinta budaya Lombok satu ini tak cuma melirik ketangkasan, mandi (kemumpunian), dan predikat kejawaraan sang pepadunya saja, tetapi ada faktor lainnya.
Katakan lah, rasa penasaran atas iming-iming hadiah yang menggiurkan yang telah disiapkan panitia “gawe” (pelaksana, bahasa Sasak) atau penyelenggara festivalnya. Atau bisa jadi lantaran, kini, filosofi pergelarannya mulai bergeser ke tradisi baru layaknya ajang seni tari “Tepeq”.
Komposisi penontonnya pun tak semata-mata publik yang menyaksikan dari dekat saja. Di situ berbaur pula para pepadu, sampai barisan para penggemar kalangan menengah atas yang doyan menebar rejekinya.
Motifnya menebar lembaran-lembaran uang di setiap babak atau ronde kegiatannya, semacam saweran (mengadopsi istilah tradisi daerah lain).
Apalagi jika yang berlaga adalah para pepadu pilih tanding. Maka semakin banyak pula penonton yang memberikan saweran ke tengah arena pertandingan.
Besaran nilai saweran bervariasi. Dari nominal dua puluhan, lima puluhan hingga ratusan ribu rupiah. Dan tak tanggung-tanggung, pengakuan salah satu penyawer, seorang penyawer sanggup merogoh kocek hingga Rp 1 juta di setiap laga.
Bayangkan saja, jika satu festival berlangsung selama sepekan. Maka sudah dipastikan Rp 7 juta disediakan. Angka yang tidak sedikit hanya demi hobi.
H. Tanwirul Anhar, misalnya. Seorang pegiat sosial sekaligus pemilik lesehan terkemuka di Kota Selong, mengaku sangat mencintai tradisi Sasak sejak belia. Terutama seni tradisi perisean ini.
Ia rela meluangkan waktu dan materi hanya demi bisa menyaksikan pergelaran ini dari dekat. Tanpa berpikir dimana pun tempat pelaksanaannya.
“Dulu kan pas kecil, tidak ada hp atau internet yang bisa mudah kita nonton dari youtube seperti kemajuan jaman sekarang ini. Jadi, ya, mau tidak mau harus menyabur (berkerumun) sama penonton lain,” ujarnya.
Bagi tokoh yang juga menggemari tanaman bonsai ini, hobi ini bukan soal identitas sosial atau riak. Alasannya sekedar mengapresiasi sekaligus menyemangati para pepadu supaya berlaga sebaik mungkin.
“Tanpa bermaksud memilah milih antara pepadu A atau B, kalau saya. Pokoknya sama saja. Yang penting mereka bermain sungguh-sungguh menyuguhkan seni tandingnya dan menghibur penonton,” ungkap sosok yang digadang-gadang bakal calon kuat Pilbup Lombok Timur 2024, ini kepada media.
Dikatakan pula jika kehadiran dirinya di arena festival perisean atas dasar suka. Sama sukanya ketika ia bisa turun tangan langsung terhadap kegiatan sosial di tengah masyarakat.
Menjawab besaran rupiah yang biasa ditebarnya, Tanwir hanya tersenyum, sembari mengatakan tak seberapa besar. Namun setelah didesak media ini, ia pun tak menampik bila menyiapkan sebendel nilai yang kira-kira berkisar Rp 1 jutaan ke atas.
Dari penuturannya terungkap, lantaran kerap hadir di setiap arena festival perisean, dirinya dijuluki “Si Raja Sawer” oleh kalangan pencinta seni tradisional perisean ini.
“Ada saja julukannya, ya. Tapi saya no way (tidak mau ambil pusing),” selorohnya.
Hasil olahan media ini dari berbagai sumber menyebutkan, bahwa di setiap arena festival perisean ini biasanya dihadiri kalangan para penyawer. Jika kaum lelaki berjuluk Raja Sawer, maka penyawer perempuan dgelari “Ratu Sawer”.
Anggota DPRD Kabupaten Lombok Timur aktif tiga periode terakhir ini juga mengaku tak berharap balas kasih atas sumbangsihnya. Dirinya mengaku puas bila bisa membantu.
“Saya Lillahi Ta’alaa, ingin membantu sesama,” ucap lelaki yang dijuluki Dermawan di Lombok Timur, ini.
Menurutnya, tak ada kaitan apapun antara pencalonan dirinya dengan apa yang telah diperbuatnya selama ini.
Jauh, sebelum dirinya terpilih menjadi wakil rakyat, sudah dilakukannya ketika penuh waktu berkecimpung di dunia usaha.
“Saya berikhtiar untuk maju di Lombok Timur Satu ini pun atas dorongan banyak pihak, terutama masyarakat Lombok Timur,” aku suami Rabihatun, Anggota DPRD Kabupaten Lombok Timur dari Fraksi PBB ini. (MRC-07)