MATARAMRADIO.COM — Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendry Ch Bangun, akhirnya bisa bernapas lega setelah Polda Metro Jaya resmi menghentikan penyelidikan atas laporan dugaan penggelapan yang menyeret namanya.
Kepolisian menyatakan tidak menemukan unsur pidana dalam kasus tersebut, sehingga penyelidikan dihentikan. Meski demikian, Hendry mengaku sedang mempertimbangkan langkah hukum balik atas tuduhan yang telah mencoreng reputasinya dan organisasi yang dipimpinnya.
Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP2 Lid) diterbitkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya pada 10 Juni 2025 dengan nomor B/1609/VI/RES.1.11/2025/Direskrimum.


Surat yang ditandatangani Kasubdit Kamneg, AKBP Akta Wijaya Pramasakti, menyebutkan bahwa hasil gelar perkara menunjukkan tidak adanya peristiwa pidana yang dapat diproses lebih lanjut.
“Penyelidik telah melakukan gelar perkara terhadap laporan tersebut. Hasilnya, belum ditemukan adanya peristiwa pidana, sehingga penyelidikan dihentikan terhitung sejak 10 Juni 2025,” demikian bunyi keterangan resmi dalam SP2 Lid.
Menanggapi putusan tersebut, Hendry Ch Bangun menyampaikan rasa syukur dan apresiasinya terhadap kinerja penyidik. Dalam Rapat Pleno PWI yang digelar secara luring dan daring pada Jumat, 20 Juni 2025, ia memuji profesionalisme aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini.
“Saya berterima kasih kepada penyidik Polda Metro Jaya. Mereka bekerja sesuai SOP, memeriksa saksi-saksi, menggelar perkara, dan menyimpulkan tidak ada peristiwa pidana,” kata Hendry.
Namun, Hendry tidak menutup kemungkinan untuk mengambil langkah hukum lebih lanjut. Ia mengaku sedang mempertimbangkan untuk melaporkan balik pihak-pihak yang dianggap telah mencemarkan nama baiknya dan organisasi PWI. “Saya lagi memikirkan langkah untuk melapor balik. Lagi saya pertimbangkan,” ungkapnya dalam siaran pers yang diterima MATARAMRADIO.COM, Jumat (20/6).
Latar Belakang Kasus
Kasus ini berawal dari laporan yang diajukan terhadap Hendry Ch Bangun dan Sayid Iskandarsyah, yang dituduh melakukan penipuan dan/atau penggelapan dalam jabatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP.
Tuduhan tersebut mencuat di tengah dinamika internal PWI, organisasi profesi wartawan tertua di Indonesia, yang belakangan kerap diterpa isu konflik kepemimpinan.
Laporan tersebut diduga terkait dengan pengelolaan dana organisasi, meskipun rincian spesifik dari tuduhan tidak diungkap secara terbuka oleh pihak kepolisian maupun PWI.
Konflik internal ini mencuat sejak beberapa bulan terakhir, ketika sejumlah anggota PWI mengkritik transparansi dan akuntabilitas kepemimpinan Hendry. Tuduhan penggelapan tersebut menjadi puncak ketegangan, yang tidak hanya memengaruhi reputasi pribadi Hendry, tetapi juga mencoreng nama baik PWI sebagai organisasi profesi yang memiliki sejarah panjang dalam dunia jurnalistik Indonesia.
PWI, yang didirikan pada 9 Februari 1946, dikenal sebagai wadah para wartawan Indonesia yang berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan pers serta meningkatkan profesionalisme jurnalistik.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, organisasi ini menghadapi tantangan internal, termasuk perbedaan pandangan antaranggota mengenai arah kepemimpinan dan pengelolaan organisasi. Tuduhan penggelapan yang dialamatkan kepada Hendry menjadi salah satu isu yang memperkeruh suasana.
Menurut sumber internal PWI yang enggan disebutkan namanya, konflik ini berakar dari ketidakpuasan sebagian anggota terhadap pengelolaan keuangan organisasi, terutama terkait dana kegiatan dan sponsor. Beberapa pihak menilai ada ketidakjelasan dalam laporan keuangan, yang kemudian memunculkan dugaan penggelapan. Namun, Hendry secara konsisten membantah tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai upaya untuk menjatuhkan kepemimpinannya.
Proses Penyelidikan
Penyelidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya berlangsung selama beberapa bulan. Penyidik memeriksa sejumlah saksi, termasuk pengurus PWI dan pihak-pihak yang terkait dengan laporan tersebut.
Selain itu, dokumen-dokumen keuangan organisasi juga menjadi bahan pemeriksaan untuk memastikan apakah terdapat pelanggaran hukum. Proses gelar perkara yang dilakukan penyidik menjadi tahap krusial dalam menentukan nasib laporan tersebut.
Hasilnya, penyidik menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan adanya peristiwa pidana. Keputusan ini sekaligus membebaskan Hendry dan Sayid dari tuduhan yang telah menjadi sorotan publik selama beberapa waktu.
Dampak dan Harapan
Keputusan penghentian penyelidikan ini disambut positif oleh sebagian besar pengurus dan anggota PWI. Mereka berharap keputusan ini dapat mengakhiri konflik internal yang telah mengganggu solidaritas organisasi.
“Konflik internal di tubuh PWI bermula dari tuduhan ini. Nama saya dan nama organisasi menjadi rusak. Dengan terbitnya surat penghentian penyelidikan, saya berharap semuanya kembali jernih,” kata Hendry.
Namun, ia juga menyoroti dampak tuduhan tersebut terhadap reputasi PWI. Menurutnya, tuduhan penggelapan yang tidak terbukti telah merusak kepercayaan publik terhadap organisasi yang seharusnya menjadi panutan dalam dunia jurnalistik. Untuk itu, ia berkomitmen untuk memulihkan citra PWI melalui langkah-langkah strategis, termasuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan organisasi.
Langkah Hukum Balik
Meski kasus telah dihentikan, Hendry tampaknya belum sepenuhnya puas. Ia menilai tuduhan yang dialamatkan kepadanya bukan hanya serangan personal, tetapi juga upaya untuk melemahkan PWI sebagai organisasi.
Oleh karena itu, ia sedang mempertimbangkan untuk mengambil jalur hukum balik terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas laporan tersebut.
Langkah ini, menurut pengamat hukum, bisa menjadi upaya untuk membersihkan nama baik sekaligus memberikan efek jera. “Jika tuduhan itu terbukti tidak berdasar dan terindikasi fitnah, maka langkah hukum balik bisa menjadi opsi yang sah untuk memulihkan reputasi,” ujar Dr. Ahmad Fikri, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, yang dihubungi secara terpisah.
Namun, Fikri juga menyarankan agar Hendry mempertimbangkan dampak jangka panjang dari langkah tersebut, terutama dalam konteks menjaga harmoni internal PWI. “Langkah hukum bisa memperpanjang konflik jika tidak dikelola dengan bijak. Dialog internal mungkin bisa menjadi solusi yang lebih konstruktif,” tambahnya.
Tantangan ke Depan
Keputusan penghentian penyelidikan ini menjadi titik balik bagi PWI untuk kembali fokus pada misi utamanya, yakni memperjuangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas jurnalistik di Indonesia. Namun, tantangan ke depan tidaklah ringan. Konflik internal yang telah mencuat ke publik berpotensi meninggalkan luka di antara anggota, yang dapat menghambat kerja sama dalam organisasi.
Selain itu, PWI juga perlu menghadapi tantangan eksternal, seperti perubahan lanskap media yang semakin didominasi oleh platform digital. Organisasi ini dituntut untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman, termasuk dalam hal pelatihan jurnalistik dan advokasi bagi wartawan yang menghadapi tekanan di lapangan.
Bagi Hendry, penghentian penyelidikan ini menjadi momentum untuk membuktikan komitmennya sebagai pemimpin. Ia berjanji akan memperkuat tata kelola organisasi, termasuk dengan melibatkan lebih banyak anggota dalam proses pengambilan keputusan. “Kami akan belajar dari pengalaman ini. PWI harus lebih kuat dan transparan ke depannya,” tegasnya. (editorMRC)












































































































































